Saturday, March 3, 2012

ACIL KEMANA-MANA MEMBAWA LEM

(Peresmian Sewon ArtSpace Dihadiri Dubes Austria)

Tribun Jogja, Sabtu Wage, 30 Juli 2011 Hal. 9

Dr. Klaus Wolfer, the Austrian Ambassador to Indonesia

Jiwa seni yang mendarah daging, membuat Nurul Hayat alias Acil bereksplorasi demi menemukan media berkesenian unik. Ide liar pria asal Tasikmalaya, Jabar, ini menemukan titiknya sejak ia menggunakan koran bekas sebagai materialnya.
MELALUI media itulah Acil berhasil mewujudkan semangat berekspresi berkesenian. "Saya tertarik menggunakan koran bekas karena mudah diperoleh," ungkapnya, saat ditemui disela launching Sewon ArtSpace, di Sewon, Kabupaten Bantul, Jumat (29/7) petang.

Selain itu, Acil menuturkan koran bekas menjadi sumber idenya. Koran bekas merupakan jendela wawasan yang membekukan sejarah lewat teks.

Sehingga, saat membuat karya pun Acil terus memperoleh ide dari koran-koran bekas yang dibaca, sembari ia bentuk sebagai sebuah karya.

"Koran bekas ada begitu banyak, sehingga mudah ditemukan. Bahkan saya sering membawa lem ketika berkunjung ke mana-mana. Saat menemukan koran, biasanya langsung saya bentuk menjadi karya," papar seniman yang menempuh pendidikan pascasarjana di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini.

Melalui media yang dipilihnya itu pula Acil ingin mendobrak pakem bahwa berkarya harus berada di dalam studio dengan material khusus. Berkarya bisa dilakukan di mana saja, karena sebenarnya media dan ide pun bisa datang dari mana saja.

Bagi seniman yang kerap menggelar pameran di berbagai kota besar ini, berkarya merupakan proses menuju bahagia, bahkan tatkala karyanya itu merupakan kritik terhadap segala permasalahan di sekitarnya. Tak ada istilah karya yang bagus atau jelek, namun lebih pada karya yang membahagiakan dan tidak. "Itu hanya masalah intuisi saja," kata pria yang tinggal di Kasongan, Bantul, tersebut.

Saat pembukaan Sewon ArtSpace yang dihadiri Duta Besar (Dubes) Austria untuk Indonesia, Dr Klaus Wolfe, Acil memperoleh kesempatan berkolaborasi membuat karya seni dengan seniman asal Austria, Marbod Fritsch. Ia membuat karya berjudul 'Live in Sign' yang merupakan hasil interpretasinya terhadap karya Marbod.

Seluruh karya yang dibuat dalam pembukaan rumah seni tersebut memang dibuat secara kolaboratif, melibatkan dua negara, Indonesia dan Austria. Kolaborasi Acil dan Marbod menghasilkan seri network yang membuat penonton tertarik mendekat. Seakan-akan Anda dapat melihat sesuatu di dalamnya tetapi tak ada apapun dalam karya itu sehingga tidak ada keberhasilan menemukan sesuatu.

Karyanya itu memperlihatkan figur yang muncul dengan dasar geometris, objek bersudut tak terstruktur. Beberapa sudut ke sudut lain dihubungkan garis sehingga akhirnya membentuk sebuah figur. Karya ini tampak seperti garis acak yang menghubungkan dan mengikat erat batasan-batasan. (mona kriesdinar)

No comments:

Post a Comment