Tuesday, March 6, 2012

LUKISAN TUBUH DAN JIWA LIMA ARTIS INDONESIA

The Jakarta Globe, 30 September 2011

VICTIM OF INNOCENT
Acrylic on canvas, 120 x 100 cm, 2011.

Lima pelukis yang menamakan dirinya Fighting Cocks Group Yogyakarta (Kelompok Jago Tarung Yogyakarta), memamerkan dua puluh karya terbaru mereka dalam ajang pameran bersama ‘Tubuh-tubuh Margin’ (Marginal Bodies).
FILSUF YUNANI, Plato, pernah menulis bahwa tubuh manusia adalah penjara bagi jiwa, dan hubungan antara tubuh dan jiwa kembali diangkat dalam ajang pameran di Philo Art Space, Kemang, Jakarta Selatan.

Lima pelukis yang menamakan dirinya Fighting Cocks Group Yogyakarta (Kelompok Jago Tarung Yogyakarta), memamerkan dua puluh karya terbaru mereka dalam ajang pameran bersama ‘Tubuh-tubuh Margin’ (Marginal Bodies).

Nurul Hayat, Iqrar Dinata, Multazam Kamil, Priyaris Munandar dan Moch Basori merupakan lima seniman dengan kemampuan menjanjikan alumni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Sebagai sebuah kelompok, mereka menciptakan karya-karya yang mengangkat wacana berkaitan dengan isu-isu sosial-politik.

Kali ini mereka melontarkan wacana penaklukan tubuh dan jiwa oleh kekuatan sosial—'tubuh-tubuh marjin' sebagaimana tema pameran tersebut.

Tommy F. Awuy selaku kurator pameran menegaskan tubuh manusia telah lama dianggap sebagai penghalang bagi pencapaian potensi manusia ‘seutuhnya’, sebagaimana ungkapan Plato. Maksud Fighting Cocks Group, menurutnya adalah ‘menggambarkan tantangan dan persepsi tubuh manusia', mempertanyakan batas-batas tubuh berdasarkan cita-cita usaha keras dan pemenuhan diri manusia ‘seutuhnya’.

Nurul Hayat aka Acil bertolak dari teori Plato yang ia putar-balikkan sebagaimana pemikirannya sendiri. Ia menegaskan bahwa bukan tubuh yang memenjarakan jiwa, melainkan jiwa atau pikiranlah yang memenjarakan tubuh.

Dalam karyanya, Acil menggambarkan tubuh-tubuh yang terjebak dalam ruang yang menyerupai sebuah kota yang berpadu dengan mesin industri, mereka terseret tak berdaya, melebur dalam kota nan kacau yang menyerupai pipa.

MENCARI MERCUSUAR
Acrylic on canvas, 145 x 220 cm, 2010

Salah satu karyanya berjudul ‘Mencari Mercusuar’ menggambarkan tubuh-tubuh manusia yang kacau dengan wajah tanpa ekspresi melintasi sekumpulan bentuk-bentuk dan simbol-simbol yang campur-aduk.

Tampaknya Acil sedang berusaha menunjukkan betapa alam pikiran kita dapat dengan mudah menghilang dalam rentetan informasi yang kita hadapi di tengah-tengah masyarakat modern, sampai-sampai kita melupakan tubuh kita—diri kita sendiri—dan  tujuan hidup kita.

Tommy menambahkan bahwa kita selama ini dipaksa untuk berbuat sesuai aturan-aturan yang justru menghalangi tubuh kita menemukan jalan alamiah kehidupan.
Priyaris Munandar (Aris) mengambil pendekatan sama dengan mengangkat bagaimana struktur sosial telah menundukkan tubuh kita dan dengan demikian menundukkan pikiran kita.

Semula karya lukis Aris tampak seperti komposisi abstrak yang terdiri dari coretan dan baris-baris, namun apabila diamati lebih seksama setiap baris tersebut sebenarnya adalah kumpulan tubuh manusia.

Tubuh-tubuh disusun menjadi baris-baris yang mewakili struktur sosial, dengan beberapa orang berdiri terpisah sebagai pemimpin sementara mayoritas terpaksa mengantri, tanpa otonomi atau pun kepribadian.

GERBANG PINTU HARAPAN
Acrylic on canvas, 150 x 150 cm, 2011

Salah satu karya Aris berjudul ‘Gerbang Pintu Harapan’ menggambarkan tubuh-tubuh yang berbaris seperti sekelompok masyarakat primitif, beberapa diantaranya bersenjatakan tombak.

Tommy menegaskan, Aris ingin menunjukkan bagaimana tubuh kita dilemahkan oleh struktur sosial yang menyebabkan hampir tidak mungkin bagi kita untuk menjadi agen perubahan yang merdeka.

Iqrar Dinata lebih gamblang mengungkap tubuh dengan mengangkat visual anak-anak dalam pose sederhana, namun masing-masing mengekspresikan aura kesedihan. Seorang gadis tertutup matanya, sementara yang lain menunjukkan tanda-tanda memar di sekitar mata dan mulutnya. Tommy menerangkan bahwa Iqrar hendak mengungkapkan bagaimana norma-norma sosial telah memengaruhi konsep diri kita sejak usia anak-anak.
"Dalam karya Iqrar, sejarah tubuh di-ekspos lebih jelas," ungkap Tommy. "Konstruksi sosial digambarkan sebagai sebuah bentuk kekerasan terhadap tubuh kita."

Dalam karyanya berjudul 'Silent' (Diam), digambarkan seorang gadis kecil berusia tiga atau empat tahun menghadap tepat ke arah pemirsa. Gadis itu nampak seperti hendak menggugah pemirsa dengan tatapan seolah-olah mengindikasikan rasa ingin tahu atau bahkan mungkin kesedihan mendalam hingga ambang air mata.

Tommy menuturkan, itu adalah tubuh seorang gadis yang menderita kekerasan fisik dan emosional paling ekstrim dalam masyarakat modern.

KUTUNGGU DI JAKARTA
Oil on canvas, 120 x 120 cm, 2010

Multazam Kamil menggambarkan lebih jelas perihal bentuk-bentuk kekerasan dan penundukan yang dialami oleh perempuan modern. Salah satu karyanya berjudul 'Kutunggu di Jakarta' menggambarkan seorang wanita tanpa wajah dengan pose terbuka, duduk dengan latar belakang peta ibukota Jakarta.

Zam menyoroti bagaimana tubuh fisik dan keinginan yang dapat menghalangi hubungan sejati antar individu. Tommy menambahkan, bentuk wanita yang digambarkan kurang detil itu menunjukkan bagaimana kita dengan pasif menerima norma-norma dan cita-cita yang dibebankan kepada tubuh kita oleh orang lain.

Sementara itu Moch Basori mengeksplorasi hubungan antara tubuh dan waktu.
Ia dikenal melalui karya-karya lukis dengan media campuran yang mengolah bahan-bahan seperti serabut kelapa, kayu, kuningan dan kain. Dalam karyanya Basori menggambarkan tubuh-tubuh kosmis yang sangat ringan beradu kecepatan melintasi angkasa dalam bianglala warna-warni.

HUNTING DOWN THE TIME
Mixed media on canvas, 100 x 140 cm, 2011

Karya lukisnya ‘Berburu Waktu’ (Hunting Down The Time) menggambarkan sebuah sosok melayang di angkasa dengan Bumi tergenggam di kedua tangannya.

Menurut Tommy, Basori bermaksud mengungkapkan bagaimana tubuh kita senantiasa beradu dengan waktu agar terbebas dari perasaan terikat kepada hal-hal duniawi.

Dalam bathinnya, Basori seperti hendak mempertanyakan mungkinkah kita dapat sebebas waktu, sebagaimana sang waktu bebas membatasi tubuh kita.

Pameran akan berlangsung hingga 10 Oktober 2011.

TASA NUGRAZA BARLEY

No comments:

Post a Comment