Saturday, March 3, 2012

MEMBEBASKAN MEDIUM DAN ALIRAN

Koran Tempo, Senin, 18 Juli 2011, hal. B4


Perupa Sanggar Suwung menggunakan berbagai materi dan gaya.

SOSOK kura-kura itu duduk persis di depan pintu masuk gedung Bentara Budaya Yogyakarta. Dengan tangan kiri menggenggam segelas minuman, dia duduk santai bersandar pada cangkangnya. Kaki kanannya diangkat, tersilang, ditumpangkan pada kaki kiri. Gayanya perlente dengan dasi melingkar di leher.

Dengan seluruh permukaan terbalut kertas Koran, sekilas tak ada yang berbeda dengan patung kertas berjudul ‘wewewe.kurakuratidaktahu.ko.it karya perupa Nurul Hayat itu. Tapi bentuknya mirip atap gedung DPR di Senayan, Jakarta.

Bersama puluhan karya delapan perupa Sanggar Suwung, karya Nurul dipajang dalam pameran bertajuk Menembus Batas di Bentara Budaya Yogyakarta pada 13-19 Juli 2011. Mereka adalah Alim Bakhtiar, Budi Prakoso, Dhadang SB, Mulato Suprayogi, M. Rahmat Mohtar, Sigit Kemal Syuhada, Uret Pariono dan Yayat Lesmana.

Menurut Nurul, karya itu merupakan ekspresi kritik terhadap perilaku anggota Dewan yang mengabaikan aspirasi rakyat. Judul karyanya merupakan pelesetan. “Jogja ini kan terkenal dengan pelesetannya,” kata lelaki kelahiran Tasikmalaya pada 1972 itu.

Nurul 'Acil' Hayat-WEWEWE.KURAKURATIDAKTAHU.KO.IT

Nurul juga memajang karya lukis yang juga memanfaatkan materi koran bekas. Lukisan berjudul ‘Where Am I’, misalnya, menggambarkan figure manusia bergelut saling injak, sikut dan tarik. Acil menempelkan guntingan kalimat judul Koran membentuk bermacam kalimat. Penggunaan materi kertas koran dia nilai lebih praktis. “Berbekal lem saja,” kata dia.

Nurul 'Acil' Hayat-WHERE AM I, Acrylic on canvas, 120 x 150 cm, 2010
Menurut juru bicara kelompok Sanggar Suwung, Alim Bakhtiar, anggota kelompok ini dari mahasiswa hingga preman. Karya yang dipamerkan pun tak terbatas, boleh dua dimensi atau tiga dimensi. “Tak ada isme tertentu,” kata Alim. Karya Budi Prakoso berjudul ‘Pembangunan Penghancuran’, misalnya, berupa figure manusia dengan kepala berbentuk menara. Adapun karya Dhadang SB yang berjudul ‘Ritual Tolol’ berupa coretan warna putih membentuk ular naga.

Dalam pameran itu, Alim menampilkan karya lukis berjudul ‘Menembus Waktu’. Dia melukis kerumunan orang yang berlarian dan berusaha saling mendahului. Alim melukis figure itu dengan warna kuning, merah dan cokelat muda. Dia menambahkan bentuk garis yang tertarik lurus ke belakang membentuk citra figure berlari sangat kencang. ‘Menembus Waktu’, kata dia, adalah symbol pertarungan manusia melawan usia. “Kian bertambah usia, kian lemah fisik manusia,” kata dia. (nanang zakaria)

No comments:

Post a Comment